FUNGSI BAHASA
1. PENGERTIAN BAHASA
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.
Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian bahasa mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Sistem lambing bunyi yang arbitrer
2. Alat komunikasi
3. Simbol bunyi yang memiliki arti serta makna
4. Digunakan oleh masyarakat untuk beriteraksi
2. MACAM-MACAM MAJAS (GAYA BAHASA)
1. Klimaks
Adalah semacam gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal yang dituntut semakin lama
semakin meningkat.
Contoh : Kesengsaraan membuahkan kesabaran, kesabaran pengalaman, dan pengalaman
harapan.
2. Antiklimaks
Adalah gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berurutan semakin lma semakin
menurun.
Contoh : Ketua pengadilan negeri itu adalah orang yang kaya, pendiam, dan tidak terkenal
namanya
3. Paralelisme
Adalah gaya bahasa penegasan yang berupa pengulangan kata pada baris atau kalimat.
Contoh : Jika kamu minta, aku akan datang
4. Antitesis
Adalah gaya bahasa yang menggunakan pasangan kata yang berlawanan maknanya.
Contoh : Kaya miskin, tua muda, besar kecil, smuanya mempunyai kewajiban terhadap keamanan bangsa.
Reptisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting
untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai
5. Epizeuksis
Adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang dipentingkan diulang beberapa
kali berturut-turut.
Contoh : Kita harus bekerja, bekerja, dan bekerja untuk mengajar semua ketinggalan kita.
6. Tautotes
Ada;aj repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi.
Contoh : kau menunding aku, aku menunding kau, kau dan aku menjadi seteru
7. Anafora
Adalah repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada setiap garis.
Contoh : Apatah tak bersalin rupa, apatah boga sepanjang masa
8.Epistrofora
Adalah repetisi yang berwujud perulangan kata atau frasa pada akhir kalimat berurutan
Contoh : Bumi yang kau diami, laut yang kaulayari adalah puisi,
Udara yang kau hirupi, ari yang kau teguki adalah puisi
9. Simploke
Adalah repetisi pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut.
Contoh : Kau bilang aku ini egois, aku bilang terserah aku. Kau bilang aku ini judes, aku
bilang terserah aku.
10.Mesodiplosis
Adalah repetisi di tengah-tengah baris-baris atau beberapa kalimat berurutan.
Contoh : Para pembesar jangan mencuri bensin. Para gadis jangan mencari perawannya
sendiri.
11.Epanalepsis Adalah pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa atau kalimat, mengulang
kata pertama.
Contoh : Kita gunakan pikiran dan perasaan kita.
12.Anadiplosis
Adalah kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa
pertama dari klausa berikutnya.
Contoh : Dalam baju ada aku, dalam aku ada hati. Dalam hati : ah tak apa jua yang ada.
13.Aliterasi
Adalah gaya bahasa berupa perulangan bunyi vokal yang sama.
Contoh : Keras-keras kena air lembut juga
14.Asonansi
Adalah gaya bahasa berupa perulangan bunyi vokal yang sama.
Contoh : Ini luka penuh luka siapa yang punya
15.Anastrof atau Inversi
Adalah gaya bahasa yang dalam pengungkapannya predikat kalimat mendahului subejeknya
karena lebih diutamakan.
Contoh : Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat peranginya.
16.Apofasisatau Preterisio Adalah gaya bahasa dimana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya
menyangkal.
Contoh : Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa saudara telah
menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara
17.Apostrof
Adalah gaya bahasa yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu
yang tidak hadir. Contoh : Hai kamu semua yang telah menumpahkan darahmu untuk tanah air bercinta ini berilah agar kami dapat mengenyam keadilan dan kemerdekaan seperti yang pernah kau perjuangkan
18.Asindeton
Adalah gaya bahasa yang menyebutkan secara berturut-turut tanpa menggunakan kata
penghubung agar perhatian pembaca beralih pada hal yang disebutkan.
Contoh : Dan kesesakan kesedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan orang
melepaskan nyawa.
19.Polisindeton
Adalah gaya bahasa yang menyebutkan secara berturut-turut dengan menggunakan kata
penghubung.
Contoh : Kemanakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah pada
gelap dan dingin yang merontokkan bulu-bulunya?
20.Kiasmus Adalah gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, yang bersifat berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa dan klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya.
Contoh : Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk
melanjutkan usaha itu
3. FUNGSI BAHASA
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3)
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
Minggu, 24 Oktober 2010
Jumat, 22 Oktober 2010
Sensor Perlintasan Untuk Menditeksi Kereta di dunia nyata (khayalan).
Seiring dengan kemajuan teknologi yang telah ada serta dengan berkembangnya alat–alat
yang bekerja secara otomatis maka banyak inovasi yang dapat memberikan kontribusi bagi
manusia. Dalam waktu dekat ini sering sekali terjadi kecelakaan kereta api di perlintasan palang
pintu kereta api dengan jalan umum. Penyebab terjadinya kecelakaan sebuah kereta api dengan
kendaraan bermotor ataupun kendaraan beroda empat pada perlintasan kereta api adalah lebih banyak disebabkan lalainya seorang petugas penjaga dalam menutup dan membuka palang pintu rel kereta api tersebut dan kecelakaan juga terjadi pada perlintasan palang pintu kereta api dengan jalan umum yang tidak ada pos penjaganya. Karena banyaknya perlintasan kereta api yang tidak dijaga maka untuk memantau apakah palang pintu sudah tertutup apa belum merupakan suatu hal yang sulit dilakukan.
Pernah terbayangkan apabila rel perlintasan untuk kereta api menggunakan alat sensor otomatis sehingga mampu mengurangi kecelakaan dan tak perlu lagi adanya kesalahan ataupun kelalaian manusia dalam menjaga suatu perlintasan kereta?
Disni saya akan menghayal tentang Sensor Perlintasan Untuk Menditeksi Kereta di dunia nyata (khayalan).
Palang pintu kereta yang sekarang digunakan dilakukan secara manual dengan menggunakan seorang penjaga perlintasan kereta. bila diketahui ada sebuah atau dua buah kereta sedang melintasi jalan raya. Cara kerja alat palang pintu kereta dengan mengandalkan seorang penjaga pintu kereta,ini akan dikabari jika kereta akan melintas dan akan secara manual menutup pintu kereta dengan cara menekan tombol palang pintu juga menekan tombol kembali bila kereta telah melintas.
Tetapi sekarang kita bisa menggunakan alat sensor dengan alat kombinasi sensor canggih mulai dari kamera anti air,laser dan wifi sehingga jika kereta sedang melaju di perlintasan kereta api sensor kamera yang dipasang dikereta dan di portal pintu perlintasan kereta akan saling menerima informasi langsung yang dimana dipasang dpintu perlintasan dan maka kamera akan otomatis mengambil gambar dan mengirimkan kepada masinis atau pengolah data di ruangan data perkeretaapian dan laser yang dimana akan langsung dipasang di kereta dan di rel akan langsung tersambung yang dimana nantinya akan langsung terhubung jikala saling bersentuhan anatara kereta dan rel tersebut maka perlintasan kereta api akan tertutup secara otomatis, yang dimana menggunakan system automatisasi dalam radius 500 meter hingga 350 Km dengan menggunakan sedikit bantuan wifi yang dimana tidak menggunakan kabel sehingga tidak ada lagi pencurian kabel informasi oleh orang-orang yang kurang bertanggung jawab. Maka palang pintu kereta yang menggunakan sensor akan menutup secara otomatis yang di mana akan di output pada sebuah aplikasi-aplikasi pada pengiriman data.
Petama kita mendesain bentuk perangkat kerasnya, disini saya akan menggunakan sebuah kamera anti air dan laser yang akan digunakan untuk alat sensornya serta menggunakan wifi untuk menghubungkan ke perangkatnya.
Contoh perangkat kerasnya :
Kamera anti air yang digunakan untuk mengambil gambar secara langsung.
Laser yang dipakai untuk sensor untuk perlintasan kereta.
Cara kerja :
1. Ketika kereta yang berada pada rel yang sekitar radius 500 meter sebelum pintu perlintasan alat sensor inih akan otomatis bekerja dengan langsung menutup pintu perlintasan kereta api.
2. Ketika kereta sudah melewati pintu perlintasan maka dengan secara otomatis kembali pintu kereta akan membuka kembali karena dengan bantuan laser tersebut.
3. Jika kamera,laser serta wifi telah aktif maka langkah selanjutnya tinggal menyeting ulang pada ruangan transformasi pada bagian kereta,portal dan petugas pusat kereta api tersebut.
4. Jika semuanya telah terpenuhi maka lakukan percobaan untuk meyakinkan bahwa sensor tersebut berjalan semestinya.
5. Check kembali alat sensor sebulan sekali untuk kenyamanan dan keselamatan para pengguna kereta api maupun yang akan melakukan perlintasan kereta api.
Manfaat yang dapat diperoleh dari realisasi alat tersebut antara lain yaitu :
1. Melengkapi sistem keselamatan otomatis PT. KAI di palang pintu.
2. Sebagai pemantau posisi dan arah kedatangan kereta api.
3. Sebagai peringatan dini pada palang pintu.
4. Mengurangi kecelakaan pada perlintasan kereta api .
5. Memberikan kemudahan pengaksesan data tanpa batas melalui website.
6. Data pemantauan dapat digunakan oleh PT.KAI seluruh Indonesia dan perusahaan
transportasi lainnya.
yang bekerja secara otomatis maka banyak inovasi yang dapat memberikan kontribusi bagi
manusia. Dalam waktu dekat ini sering sekali terjadi kecelakaan kereta api di perlintasan palang
pintu kereta api dengan jalan umum. Penyebab terjadinya kecelakaan sebuah kereta api dengan
kendaraan bermotor ataupun kendaraan beroda empat pada perlintasan kereta api adalah lebih banyak disebabkan lalainya seorang petugas penjaga dalam menutup dan membuka palang pintu rel kereta api tersebut dan kecelakaan juga terjadi pada perlintasan palang pintu kereta api dengan jalan umum yang tidak ada pos penjaganya. Karena banyaknya perlintasan kereta api yang tidak dijaga maka untuk memantau apakah palang pintu sudah tertutup apa belum merupakan suatu hal yang sulit dilakukan.
Pernah terbayangkan apabila rel perlintasan untuk kereta api menggunakan alat sensor otomatis sehingga mampu mengurangi kecelakaan dan tak perlu lagi adanya kesalahan ataupun kelalaian manusia dalam menjaga suatu perlintasan kereta?
Disni saya akan menghayal tentang Sensor Perlintasan Untuk Menditeksi Kereta di dunia nyata (khayalan).
Palang pintu kereta yang sekarang digunakan dilakukan secara manual dengan menggunakan seorang penjaga perlintasan kereta. bila diketahui ada sebuah atau dua buah kereta sedang melintasi jalan raya. Cara kerja alat palang pintu kereta dengan mengandalkan seorang penjaga pintu kereta,ini akan dikabari jika kereta akan melintas dan akan secara manual menutup pintu kereta dengan cara menekan tombol palang pintu juga menekan tombol kembali bila kereta telah melintas.
Tetapi sekarang kita bisa menggunakan alat sensor dengan alat kombinasi sensor canggih mulai dari kamera anti air,laser dan wifi sehingga jika kereta sedang melaju di perlintasan kereta api sensor kamera yang dipasang dikereta dan di portal pintu perlintasan kereta akan saling menerima informasi langsung yang dimana dipasang dpintu perlintasan dan maka kamera akan otomatis mengambil gambar dan mengirimkan kepada masinis atau pengolah data di ruangan data perkeretaapian dan laser yang dimana akan langsung dipasang di kereta dan di rel akan langsung tersambung yang dimana nantinya akan langsung terhubung jikala saling bersentuhan anatara kereta dan rel tersebut maka perlintasan kereta api akan tertutup secara otomatis, yang dimana menggunakan system automatisasi dalam radius 500 meter hingga 350 Km dengan menggunakan sedikit bantuan wifi yang dimana tidak menggunakan kabel sehingga tidak ada lagi pencurian kabel informasi oleh orang-orang yang kurang bertanggung jawab. Maka palang pintu kereta yang menggunakan sensor akan menutup secara otomatis yang di mana akan di output pada sebuah aplikasi-aplikasi pada pengiriman data.
Petama kita mendesain bentuk perangkat kerasnya, disini saya akan menggunakan sebuah kamera anti air dan laser yang akan digunakan untuk alat sensornya serta menggunakan wifi untuk menghubungkan ke perangkatnya.
Contoh perangkat kerasnya :
Kamera anti air yang digunakan untuk mengambil gambar secara langsung.
Laser yang dipakai untuk sensor untuk perlintasan kereta.
Cara kerja :
1. Ketika kereta yang berada pada rel yang sekitar radius 500 meter sebelum pintu perlintasan alat sensor inih akan otomatis bekerja dengan langsung menutup pintu perlintasan kereta api.
2. Ketika kereta sudah melewati pintu perlintasan maka dengan secara otomatis kembali pintu kereta akan membuka kembali karena dengan bantuan laser tersebut.
3. Jika kamera,laser serta wifi telah aktif maka langkah selanjutnya tinggal menyeting ulang pada ruangan transformasi pada bagian kereta,portal dan petugas pusat kereta api tersebut.
4. Jika semuanya telah terpenuhi maka lakukan percobaan untuk meyakinkan bahwa sensor tersebut berjalan semestinya.
5. Check kembali alat sensor sebulan sekali untuk kenyamanan dan keselamatan para pengguna kereta api maupun yang akan melakukan perlintasan kereta api.
Manfaat yang dapat diperoleh dari realisasi alat tersebut antara lain yaitu :
1. Melengkapi sistem keselamatan otomatis PT. KAI di palang pintu.
2. Sebagai pemantau posisi dan arah kedatangan kereta api.
3. Sebagai peringatan dini pada palang pintu.
4. Mengurangi kecelakaan pada perlintasan kereta api .
5. Memberikan kemudahan pengaksesan data tanpa batas melalui website.
6. Data pemantauan dapat digunakan oleh PT.KAI seluruh Indonesia dan perusahaan
transportasi lainnya.
Minggu, 10 Oktober 2010
dampak illegal logging
Data yang dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan bahwa sejak tahun 1985-1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektar setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan.
Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik serta keuntungan pribadi.
Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektar kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Bila keadaan seperti ini dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut analisis World Bank, hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010.
Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5 milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan.
Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik serta keuntungan pribadi.
Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektar kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Bila keadaan seperti ini dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut analisis World Bank, hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010.
Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5 milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan.
Illegal Logging
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu upaya sadar yang dilakukan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan termasuk di dalamnya peningkatan kesejahteraan hidup. Demikian juga halnya dengan tujuan akhir dari kebijakan pembangunan di bidang kehutanan. Pembangunan kehutanan sebagai bagian yang integral dari pembangunan nasional secara keseluruhan memiliki posisi strategis terutama dalam kerangka pembangunan jangka panjang, karena berkaitan langsung dengan berbagai aspek pembangunan tingkat lokal, daerah, nasional, dan bahkan internasional. Secara umum, hutan berhubungan dengan banjir karena hutan mampu menyimpan dan menahan air dalam tanah, mempertahankannya dan memperbaiki kondisi serta ruang pori-pori dalam tanah.
Penggundulan hutan menjadi penyebab utama banjir. Kurangnya daya serap tanah di lereng gunung menjadikan daerah itu gersang dan tumbuh-tumbuhan menjadi kerdil. Lebih parah lagi, banjir akan terjadi karena air mengalir tanpa rintangan. Padahal frekuensi banjir dapat dikurangi bila kelestarian hutan dijaga. Masalah lain yang menjadikan penggundulan hutan ini adalah illegal logging. Sampai detik ini Indonesia masih menjadi Negara penghancur hutan terbesar di dunia. Sebanyak 64 persen sampai 83 persen kayu hasil tebangan di negeri ini berstatus illegal logging. Data lain yang memprihatinkan adalah dari semua kasus illegal logging yang berhasil diinvestigasi, hanya kurang dari 5 persen yang masuk ke pengadilan. Masalah kebakaran hutan dan illegal logging sudah mencapai pada titik yang paling kritis, yang ditandai dengan kerentanan hutan yang sangat tinggi. Dengan keadaan demikian, penyelesaian masalah kebakaran hutan harus menyentuh akar masalah. Hutan-hutan telah terdegradasi yang menyebabkan kehilangan keseimbangan ekologis sehingga rentan terhadap kebakaran dan illegal logging. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu system yang dapat membantu. Selama sepuluh tahun terakhir, laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai dua juta hektar per tahun. Selain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan itu. Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber tepercaya mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan penebangan liar di dunia terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara Balkan.
1.2 Permasalahan
Kini hutan di Indonesia makin mengkawatirkan sekali karena banyaknya penebangan liar (illegal logging), maka dari ituh kini pemerintah semakin tegas untuk menghukum aksi dari penebangan liar tersebut. sejak tahun 1985-1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektar setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan. Tidak hanya perorangan (cukong) yang bermain, dengan tameng perseroan (perusahaan), yang konon perusahaan bikinan pemerintah pun ikut meramaikan bursa illegal logging di Habinsaran. Mungkin masyarakat Habinsaran tidak sadar dan tidak paham tindakan menebangi (membalak) hutan tanpa izin atau melebihi izin melanggar hukum atau menganggap hutan itu tidak ada pemiliknya (res nullius), sehingga tidak berani melarang bahkan melaporkan ke Polisi atau pihak berwajib, atau Polisi juga telah dibungkam dengan amplop suap, atau bahkan aparat tersebut melegitimasi kekuasaanya untuk berprofesi ganda sebagai cukong? Atau semua berpura-pura tidak mau tahu?
1.3 Tujuan
Berdasarkan fakta dan analisa pendataan daerah rawan kebakaran hutan dan illegal loging serta keingintahuan untuk turut memberikan solusi terhadap masalah kerawanan hutan yang setiap tahun melanda daerah-daerah di Indonesia. Maka tujuan pembuatan tugas makalah bahasa Indonesia ini untuk mempelajari tentang illegal loging, meliputi :
1. Membantu pemantauan terhadap wilayah hutan lahan kritis akibat illegal loging.
2. Visualisasi wilayah untuk pendataan daerah rawan illegal loging.
3. Memberikan informasi secara lengkap dan aktual kepada semua pihak yang terkait dengan unsur-unsur penanggulangan illegal logging.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah pada tugas makalah bahasa Indonesia ini, antara lain :
1. Membuat makalah illegal logging dan mengetahui arti dari illegal logging tersebut dan dapat mempelajari isi dari makalah ini serta mampu belajar membuat makalah.
2. Tidak membahas mengenai faktor-faktor lain penyebab terjadinya kerawanan hutan selain kebakaran dan illegal logging.
BAB II Pembahasan
Illegal Logging berdasarkan terminologi berasal dari 2 (dua) suku kata, yaitu illegal berarti perbuatan yang tidak sah (melanggar), sedangkan logging berarti kegiatan pembalakan kayu sehingga illegal logging diartikan sebagai perbuatan/kegiatan pembalakan kayu yang tidak sah. Penebangan kayu secara liar (illegal logging) merupakan gejala (symptom) yang muncul akibat dari berbagai permasalahan yang sangat kompleks melibatkan banyak pihak dari berbagai lapisan
- Penebangan kayu secara liar (illegal logging) sudah menjadi permasalahan nasional sehingga komitmen dari pemerintah di tingkat nasional harus nyata. Namun demikian karena permaslahan ini terjadi di tingkat lokal, maka komitmen daerah juga harus jelas dimana Pemerintah Daerah harus mempunyai tanggung jawab yang nyata
- Secara umum permasalahan yang menyebabkan terjadinya penebangan liar dapat dikelompokkan menjadi : ketidakseimbangan suply-demand ; kebijakan pemerintah yang kurang tepat ; krisis multi dimensi ; ekses desentralisasi (otonomi daerah) ; dan moral aparat
- Sehubungan dengan permasalahn tersebut diatas diperlukan aksi/tindakan dan komitmen yang harus dilaksanakan secara terintegrasi dan simultan yang melibatkan berbagai pihak terkait (stake holder).
Prasetyo dalam makalah “Illegal Logging, suatu malpraktek Bidang Kehutanan”, 9 Januari 2003, mengungkapkan ada 7 (tujuh) dimensi dari kegiatan illegal logging, yaitu: (1) perizinan, apabila kegiatan tersebut tidak ada izinnya atau belum ada izinnya atau izin yang telah kadaluarsa, (2) praktek, apabila dalam praktek tidak menerapkan logging yang sesuai peraturan, (3) lokasi, apabila dilakukan pada lokasi diluar izin, menebang di kawasan konservasi/lindung, atau asal-usul lokasi tidak dapat ditunjukkan, (4) produksi kayu, apabila kayunya sembarangan jenis (dilindungi), tidak ada batas diameter, tidak ada identitas asal kayu, tidak ada tanda pengenal perusahaan, (5) dokumen, apabila tidak ada dokumen sahnya kayu, (6) pelaku, apabila orang-perorang atau badan usaha tidak memegang izin usaha logging atau melakukan kegiatan pelanggaran hukum dibidang kehutanan, dan (7) penjualan, apabila pada saat penjualan tidak ada dokumen maupun ciri fisik kayu atau kayu diseludupkan. Di Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi sumber daya alam cukup memadai, kemudian menjadi daerah yang menjadi sorotan media karena kasus pembalakan liar. Hal ini disebabkan pejabat berwenang terlalu mudah memberikan izin bagi perusahaan-perusahaan pengelola hutan tanpa melalui kajian ekologis yang memadai. Selain itu regulasi yang diberlakukan juga banyak yang tidak ramah lingkungan, bahkan cenderung memberikan celah bagi perusahaan untuk melakukan perusakan. Pembalakan liar di Riau memang luar biasa. Setelah penemuan sekitar 100.000 meter kubik kayu ilegal di Pelalawan, belum lama ini kembali dibuktikan dengan penemuan ribuan tual kayu oleh tim gabungan pemberantasan illegal logging di Kampar. Hanya berselang empat hari setelah penemuan 2.500 tual kayu di Desa Mentulik pada dua titik lokasi, tim kembali menemukan dua titik tumpukan kayu yang jumlahnya mencapai ribuan. Menurut Soekotjo, kebakaran hutan terbesar yang pernah terjadi di Indonesia pada 1997, membuat hampir 70 persen hutan terbakar. Kerusakan hutan bertambah ketika penebangan liar marak terjadi. Penebangan liar telah merusak segalanya, mulai dari ekosistem hutan sampai perdagangan kayu hutan. Lantaran hanya dibebani ongkos tebang, tingginya penebangan liar juga membuat harga kayu rusak. Persaingan harga kemudian membuat banyak industri kayu resmi terpaksa gulung tikar. Melihat kondisi penanganan pembalakan liar tersebut, apakah kita hanya bisa menunggu “Tangan Tuhan” untuk mengatasinya? Masyarakat kemudian mengurut dada bila melihat dampak lingkungan akibat pembalakan liar seperti banjir, tanah longsor dan sebagainya yang rutin melanda berbagai daerah. Lebih ironis lagi, bencana tersebut melanda sebagian besar masyarakat yang tidak terlibat dalam kejahatan alam tersebut. Ibarat pepatah, masyarakat yang tidak makan hasil pembalakan liar justru terkena getahnya (bencana). Untuk itu, konsep penanggulangan pembalakan liar sebaiknya berorientasi kepada masyarakat itu sendiri. Sebab ujung tombak dari kegiatan ilegal tersebut sebenarnya ada pada masyarakat, baik individu maupun atas nama perusahaan, dengan alasan ekonomi dan sebagainya. Rendahnya pemahaman mengenai urgensi lingkungan untuk masa depan generasi berikutnya, menjadi faktor lain yang menyebabkan mereka dengan leluasa melakukan perusakan hutan. Selain itu, tentu saja perlu adanya ketegasan hukum dan keberanian aparat terkait untuk menindak korporat, pejabat dan oknum aparat itu sendiri yang melakukan atau mendukung pembalakan liar.
Dalam konteks penanggulangan pembalakan liar, sedikitnya ada lima hal yang perlu diperhatikan yaitu :
Pertama, pentingnya menumbuhkan kesadaran konservasi bagi masyarakat yang berpotensi melakukan pembalakan liar. Kerusakan hutan sering kali dihubungkan dengan kurangnya kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya kegiatan konservasi, sementara masyarakat yang dituduh sama sekali kurang paham dan tidak menerima begitu saja tuduhan tersebut. Oleh karena itu, peningkatan kesadaran dan pemahaman akan pentingnya penyelamatan lingkungan merupakan langkah awal untuk mengatasi pembalakan liar.
Kedua, perlunya pembangunan sumber perekonomian baru bagi masyarakat sekitar hutan. Sebab pembalakan liar seringkali dilakukan karena masyarakat tidak memiliki alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Rendahnya daya beli akibat tingginya harga kebutuhan pokok menyebabkan masyarakat sekitar hutan melakukan tindakan pembalakan liar. Sebab nilai ekonomis kayu dinilai lebih tinggi dari sektor agraris yang bagi sebagian besar masyarakat dianggap tidak menjanjikan. Ketidakberdayaan sektor agraris ini selain disebabkan karena rendahnya harga jual hasil pertanian, juga sulitnya akses pasar bagi masyarakat di pedalaman.
Ketiga, perlunya pembangunan akses transportasi untuk mempermudah pengawasan dan pemberantasan praktik pembalakan liar. Sebab salah satu faktor penyebab sulitnya mengungkap kasus tersebut karena sulitnya transportasi menuju lokasi yang berpotensi mengalami pembalakan liar. Sebagai contoh, sulitnya menembus medan dalam penemuan ribuan tumpukan kayu tebangan hutan alam di sekitar kanal-kanal milik CV Alam Lestari di Pelalawan beberapa waktu lalu. Untuk menemukan kayu tersebut, aparat Polres Pelalawan didampingi Dinas Kehutanan dan tim ahli dari Institut Pertanian Bogor harus melewati semak belukar dan menelusuri kanal-kanal di areal hutan gambut.
Keempat, perlunya membangun kesepahaman dalam menindak kasus pembalakan liar antara Departemen Kehutanan sebagai pihak yang mengeluarkan izin pengelolaan kehutanan dengan kepolisian dan kejaksaan. Hal ini penting sekali sebab banyak kasus pembalakan liar yang proses hukumnya tidak dapat dilanjutkan, karena berbenturan dengan regulasi kehutanan seperti hutan tanaman industri (HTI), hak pengusahaan hutan (HPH), maupun rencana kerja tahunan (RKT) pemanfaatan hutan. Untuk itulah masing-masing institusi pemerintah perlu menyamakan persepsi atau membuat regulasi khusus untuk menangani pembalakan liar.
Kelima, perlunya tansparansi dan keberanian dalam menindak pejabat atau aparat yang terlibat secara langsung maupun yang mendukung kegiatan pembalakan liar. Sebab sudah menjadi rahasia umum, banyak oknum pejabat dan aparat baik di daerah maupun di pusat yang terlibat dalam kejahatan sumber daya alam tersebut. Di sini, masing-masing institusi perlu membersihkan diri dari oknum-oknum yang berpotensi merusak citra aparat dan pejabat di mata masyarakat. Peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu dioptimalkan untuk “menyekolahkan” pejabat yang kurang berpendidikan moral dan lingkungan.
Setidaknya bila kelima tindakan tersebut dilakukan secara efektif, untuk melakukan penanggulangan pembalakan liar di Indonesia tidak perlu menunggu “Tangan Tuhan”. Cukup pihak berkompeten yang melakukan tindakan preventif dan represif dalam menyelamatkan hutan Indonesia. Sebab bila “Tangan Tuhan” yang bertindak, dampaknya akan berakibat fatal, melalui berbagai bencana alam yang tidak hanya melanda masyarakat yang berdosa, tetapi masyarakat yang tidak berdosa pun terkena imbasnya. Terlebih fenomena global warming saat ini banyak menyebabkan berbagai fenomena alam yang berpotensi menyebabkan kehancuran. Hal itu, antara lain disebabkan kerusakan hutan karena pembalakan liar.
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
Setelah kita pelajari tentang illegal logging kita dapat menyimpulkan bahwa hutan sangatlah berarti untuk kehidupan mahluk hidup. Karena jika kita dapat merawat dan mampu memelihara hutan kita tentu dapat melestarikannya dan mengurangi bencana alam yang kini semakin sering terjadi. Dan kita pun harus mencegah maraknya illegal logging yang kini semakin sering di Negara Indonesia. Dengan membahas materi ini kini kita lebih peka terhadap dampak negative dari illegal logging dan semoga saja hal ini dapat diperhatikan dan ditindak tegas oleh pemerintah.
3.2 Saran
Sebagai penutup dari makalah ini penulis memberikan saran-saran kepada pembaca yang ada pada makalah ini nantinya agar dapat menuju kesempurnaan atau mengalami pengembangan mengenai Illegal Logging. Dan mudah-mudahan kita dapat lebih mengerti manfaat hutan dan mampu mengurangi dan mencegah Illegal Logging.
Sumber
Website :
http://percikanpikiran-badri.blogspot.com/2008/05/artikel-ilegal-logging.html
http://klipingut.wordpress.com/2007/12/20/illegal-loging-penyebab-terbesar-kerusakan-hutan-indonesia/
http://habinsaran.wordpress.com/2007/07/25/illegal-logging-di-habinsaran/
1.1 Latar belakang
Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu upaya sadar yang dilakukan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan termasuk di dalamnya peningkatan kesejahteraan hidup. Demikian juga halnya dengan tujuan akhir dari kebijakan pembangunan di bidang kehutanan. Pembangunan kehutanan sebagai bagian yang integral dari pembangunan nasional secara keseluruhan memiliki posisi strategis terutama dalam kerangka pembangunan jangka panjang, karena berkaitan langsung dengan berbagai aspek pembangunan tingkat lokal, daerah, nasional, dan bahkan internasional. Secara umum, hutan berhubungan dengan banjir karena hutan mampu menyimpan dan menahan air dalam tanah, mempertahankannya dan memperbaiki kondisi serta ruang pori-pori dalam tanah.
Penggundulan hutan menjadi penyebab utama banjir. Kurangnya daya serap tanah di lereng gunung menjadikan daerah itu gersang dan tumbuh-tumbuhan menjadi kerdil. Lebih parah lagi, banjir akan terjadi karena air mengalir tanpa rintangan. Padahal frekuensi banjir dapat dikurangi bila kelestarian hutan dijaga. Masalah lain yang menjadikan penggundulan hutan ini adalah illegal logging. Sampai detik ini Indonesia masih menjadi Negara penghancur hutan terbesar di dunia. Sebanyak 64 persen sampai 83 persen kayu hasil tebangan di negeri ini berstatus illegal logging. Data lain yang memprihatinkan adalah dari semua kasus illegal logging yang berhasil diinvestigasi, hanya kurang dari 5 persen yang masuk ke pengadilan. Masalah kebakaran hutan dan illegal logging sudah mencapai pada titik yang paling kritis, yang ditandai dengan kerentanan hutan yang sangat tinggi. Dengan keadaan demikian, penyelesaian masalah kebakaran hutan harus menyentuh akar masalah. Hutan-hutan telah terdegradasi yang menyebabkan kehilangan keseimbangan ekologis sehingga rentan terhadap kebakaran dan illegal logging. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu system yang dapat membantu. Selama sepuluh tahun terakhir, laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai dua juta hektar per tahun. Selain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan itu. Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber tepercaya mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan penebangan liar di dunia terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara Balkan.
1.2 Permasalahan
Kini hutan di Indonesia makin mengkawatirkan sekali karena banyaknya penebangan liar (illegal logging), maka dari ituh kini pemerintah semakin tegas untuk menghukum aksi dari penebangan liar tersebut. sejak tahun 1985-1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektar setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan. Tidak hanya perorangan (cukong) yang bermain, dengan tameng perseroan (perusahaan), yang konon perusahaan bikinan pemerintah pun ikut meramaikan bursa illegal logging di Habinsaran. Mungkin masyarakat Habinsaran tidak sadar dan tidak paham tindakan menebangi (membalak) hutan tanpa izin atau melebihi izin melanggar hukum atau menganggap hutan itu tidak ada pemiliknya (res nullius), sehingga tidak berani melarang bahkan melaporkan ke Polisi atau pihak berwajib, atau Polisi juga telah dibungkam dengan amplop suap, atau bahkan aparat tersebut melegitimasi kekuasaanya untuk berprofesi ganda sebagai cukong? Atau semua berpura-pura tidak mau tahu?
1.3 Tujuan
Berdasarkan fakta dan analisa pendataan daerah rawan kebakaran hutan dan illegal loging serta keingintahuan untuk turut memberikan solusi terhadap masalah kerawanan hutan yang setiap tahun melanda daerah-daerah di Indonesia. Maka tujuan pembuatan tugas makalah bahasa Indonesia ini untuk mempelajari tentang illegal loging, meliputi :
1. Membantu pemantauan terhadap wilayah hutan lahan kritis akibat illegal loging.
2. Visualisasi wilayah untuk pendataan daerah rawan illegal loging.
3. Memberikan informasi secara lengkap dan aktual kepada semua pihak yang terkait dengan unsur-unsur penanggulangan illegal logging.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah pada tugas makalah bahasa Indonesia ini, antara lain :
1. Membuat makalah illegal logging dan mengetahui arti dari illegal logging tersebut dan dapat mempelajari isi dari makalah ini serta mampu belajar membuat makalah.
2. Tidak membahas mengenai faktor-faktor lain penyebab terjadinya kerawanan hutan selain kebakaran dan illegal logging.
BAB II Pembahasan
Illegal Logging berdasarkan terminologi berasal dari 2 (dua) suku kata, yaitu illegal berarti perbuatan yang tidak sah (melanggar), sedangkan logging berarti kegiatan pembalakan kayu sehingga illegal logging diartikan sebagai perbuatan/kegiatan pembalakan kayu yang tidak sah. Penebangan kayu secara liar (illegal logging) merupakan gejala (symptom) yang muncul akibat dari berbagai permasalahan yang sangat kompleks melibatkan banyak pihak dari berbagai lapisan
- Penebangan kayu secara liar (illegal logging) sudah menjadi permasalahan nasional sehingga komitmen dari pemerintah di tingkat nasional harus nyata. Namun demikian karena permaslahan ini terjadi di tingkat lokal, maka komitmen daerah juga harus jelas dimana Pemerintah Daerah harus mempunyai tanggung jawab yang nyata
- Secara umum permasalahan yang menyebabkan terjadinya penebangan liar dapat dikelompokkan menjadi : ketidakseimbangan suply-demand ; kebijakan pemerintah yang kurang tepat ; krisis multi dimensi ; ekses desentralisasi (otonomi daerah) ; dan moral aparat
- Sehubungan dengan permasalahn tersebut diatas diperlukan aksi/tindakan dan komitmen yang harus dilaksanakan secara terintegrasi dan simultan yang melibatkan berbagai pihak terkait (stake holder).
Prasetyo dalam makalah “Illegal Logging, suatu malpraktek Bidang Kehutanan”, 9 Januari 2003, mengungkapkan ada 7 (tujuh) dimensi dari kegiatan illegal logging, yaitu: (1) perizinan, apabila kegiatan tersebut tidak ada izinnya atau belum ada izinnya atau izin yang telah kadaluarsa, (2) praktek, apabila dalam praktek tidak menerapkan logging yang sesuai peraturan, (3) lokasi, apabila dilakukan pada lokasi diluar izin, menebang di kawasan konservasi/lindung, atau asal-usul lokasi tidak dapat ditunjukkan, (4) produksi kayu, apabila kayunya sembarangan jenis (dilindungi), tidak ada batas diameter, tidak ada identitas asal kayu, tidak ada tanda pengenal perusahaan, (5) dokumen, apabila tidak ada dokumen sahnya kayu, (6) pelaku, apabila orang-perorang atau badan usaha tidak memegang izin usaha logging atau melakukan kegiatan pelanggaran hukum dibidang kehutanan, dan (7) penjualan, apabila pada saat penjualan tidak ada dokumen maupun ciri fisik kayu atau kayu diseludupkan. Di Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi sumber daya alam cukup memadai, kemudian menjadi daerah yang menjadi sorotan media karena kasus pembalakan liar. Hal ini disebabkan pejabat berwenang terlalu mudah memberikan izin bagi perusahaan-perusahaan pengelola hutan tanpa melalui kajian ekologis yang memadai. Selain itu regulasi yang diberlakukan juga banyak yang tidak ramah lingkungan, bahkan cenderung memberikan celah bagi perusahaan untuk melakukan perusakan. Pembalakan liar di Riau memang luar biasa. Setelah penemuan sekitar 100.000 meter kubik kayu ilegal di Pelalawan, belum lama ini kembali dibuktikan dengan penemuan ribuan tual kayu oleh tim gabungan pemberantasan illegal logging di Kampar. Hanya berselang empat hari setelah penemuan 2.500 tual kayu di Desa Mentulik pada dua titik lokasi, tim kembali menemukan dua titik tumpukan kayu yang jumlahnya mencapai ribuan. Menurut Soekotjo, kebakaran hutan terbesar yang pernah terjadi di Indonesia pada 1997, membuat hampir 70 persen hutan terbakar. Kerusakan hutan bertambah ketika penebangan liar marak terjadi. Penebangan liar telah merusak segalanya, mulai dari ekosistem hutan sampai perdagangan kayu hutan. Lantaran hanya dibebani ongkos tebang, tingginya penebangan liar juga membuat harga kayu rusak. Persaingan harga kemudian membuat banyak industri kayu resmi terpaksa gulung tikar. Melihat kondisi penanganan pembalakan liar tersebut, apakah kita hanya bisa menunggu “Tangan Tuhan” untuk mengatasinya? Masyarakat kemudian mengurut dada bila melihat dampak lingkungan akibat pembalakan liar seperti banjir, tanah longsor dan sebagainya yang rutin melanda berbagai daerah. Lebih ironis lagi, bencana tersebut melanda sebagian besar masyarakat yang tidak terlibat dalam kejahatan alam tersebut. Ibarat pepatah, masyarakat yang tidak makan hasil pembalakan liar justru terkena getahnya (bencana). Untuk itu, konsep penanggulangan pembalakan liar sebaiknya berorientasi kepada masyarakat itu sendiri. Sebab ujung tombak dari kegiatan ilegal tersebut sebenarnya ada pada masyarakat, baik individu maupun atas nama perusahaan, dengan alasan ekonomi dan sebagainya. Rendahnya pemahaman mengenai urgensi lingkungan untuk masa depan generasi berikutnya, menjadi faktor lain yang menyebabkan mereka dengan leluasa melakukan perusakan hutan. Selain itu, tentu saja perlu adanya ketegasan hukum dan keberanian aparat terkait untuk menindak korporat, pejabat dan oknum aparat itu sendiri yang melakukan atau mendukung pembalakan liar.
Dalam konteks penanggulangan pembalakan liar, sedikitnya ada lima hal yang perlu diperhatikan yaitu :
Pertama, pentingnya menumbuhkan kesadaran konservasi bagi masyarakat yang berpotensi melakukan pembalakan liar. Kerusakan hutan sering kali dihubungkan dengan kurangnya kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya kegiatan konservasi, sementara masyarakat yang dituduh sama sekali kurang paham dan tidak menerima begitu saja tuduhan tersebut. Oleh karena itu, peningkatan kesadaran dan pemahaman akan pentingnya penyelamatan lingkungan merupakan langkah awal untuk mengatasi pembalakan liar.
Kedua, perlunya pembangunan sumber perekonomian baru bagi masyarakat sekitar hutan. Sebab pembalakan liar seringkali dilakukan karena masyarakat tidak memiliki alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Rendahnya daya beli akibat tingginya harga kebutuhan pokok menyebabkan masyarakat sekitar hutan melakukan tindakan pembalakan liar. Sebab nilai ekonomis kayu dinilai lebih tinggi dari sektor agraris yang bagi sebagian besar masyarakat dianggap tidak menjanjikan. Ketidakberdayaan sektor agraris ini selain disebabkan karena rendahnya harga jual hasil pertanian, juga sulitnya akses pasar bagi masyarakat di pedalaman.
Ketiga, perlunya pembangunan akses transportasi untuk mempermudah pengawasan dan pemberantasan praktik pembalakan liar. Sebab salah satu faktor penyebab sulitnya mengungkap kasus tersebut karena sulitnya transportasi menuju lokasi yang berpotensi mengalami pembalakan liar. Sebagai contoh, sulitnya menembus medan dalam penemuan ribuan tumpukan kayu tebangan hutan alam di sekitar kanal-kanal milik CV Alam Lestari di Pelalawan beberapa waktu lalu. Untuk menemukan kayu tersebut, aparat Polres Pelalawan didampingi Dinas Kehutanan dan tim ahli dari Institut Pertanian Bogor harus melewati semak belukar dan menelusuri kanal-kanal di areal hutan gambut.
Keempat, perlunya membangun kesepahaman dalam menindak kasus pembalakan liar antara Departemen Kehutanan sebagai pihak yang mengeluarkan izin pengelolaan kehutanan dengan kepolisian dan kejaksaan. Hal ini penting sekali sebab banyak kasus pembalakan liar yang proses hukumnya tidak dapat dilanjutkan, karena berbenturan dengan regulasi kehutanan seperti hutan tanaman industri (HTI), hak pengusahaan hutan (HPH), maupun rencana kerja tahunan (RKT) pemanfaatan hutan. Untuk itulah masing-masing institusi pemerintah perlu menyamakan persepsi atau membuat regulasi khusus untuk menangani pembalakan liar.
Kelima, perlunya tansparansi dan keberanian dalam menindak pejabat atau aparat yang terlibat secara langsung maupun yang mendukung kegiatan pembalakan liar. Sebab sudah menjadi rahasia umum, banyak oknum pejabat dan aparat baik di daerah maupun di pusat yang terlibat dalam kejahatan sumber daya alam tersebut. Di sini, masing-masing institusi perlu membersihkan diri dari oknum-oknum yang berpotensi merusak citra aparat dan pejabat di mata masyarakat. Peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu dioptimalkan untuk “menyekolahkan” pejabat yang kurang berpendidikan moral dan lingkungan.
Setidaknya bila kelima tindakan tersebut dilakukan secara efektif, untuk melakukan penanggulangan pembalakan liar di Indonesia tidak perlu menunggu “Tangan Tuhan”. Cukup pihak berkompeten yang melakukan tindakan preventif dan represif dalam menyelamatkan hutan Indonesia. Sebab bila “Tangan Tuhan” yang bertindak, dampaknya akan berakibat fatal, melalui berbagai bencana alam yang tidak hanya melanda masyarakat yang berdosa, tetapi masyarakat yang tidak berdosa pun terkena imbasnya. Terlebih fenomena global warming saat ini banyak menyebabkan berbagai fenomena alam yang berpotensi menyebabkan kehancuran. Hal itu, antara lain disebabkan kerusakan hutan karena pembalakan liar.
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
Setelah kita pelajari tentang illegal logging kita dapat menyimpulkan bahwa hutan sangatlah berarti untuk kehidupan mahluk hidup. Karena jika kita dapat merawat dan mampu memelihara hutan kita tentu dapat melestarikannya dan mengurangi bencana alam yang kini semakin sering terjadi. Dan kita pun harus mencegah maraknya illegal logging yang kini semakin sering di Negara Indonesia. Dengan membahas materi ini kini kita lebih peka terhadap dampak negative dari illegal logging dan semoga saja hal ini dapat diperhatikan dan ditindak tegas oleh pemerintah.
3.2 Saran
Sebagai penutup dari makalah ini penulis memberikan saran-saran kepada pembaca yang ada pada makalah ini nantinya agar dapat menuju kesempurnaan atau mengalami pengembangan mengenai Illegal Logging. Dan mudah-mudahan kita dapat lebih mengerti manfaat hutan dan mampu mengurangi dan mencegah Illegal Logging.
Sumber
Website :
http://percikanpikiran-badri.blogspot.com/2008/05/artikel-ilegal-logging.html
http://klipingut.wordpress.com/2007/12/20/illegal-loging-penyebab-terbesar-kerusakan-hutan-indonesia/
http://habinsaran.wordpress.com/2007/07/25/illegal-logging-di-habinsaran/
Langganan:
Postingan (Atom)